TarekatSufi Naqsyabandiyah. Pertanyaan. Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Ada sebuah perkumpulan wanita dari Kuwait. Mereka menyebarkan dakwah sufi beraliran Naqsyabandiyah secara sembunyi-sembunyi, perkumpulan wanita tersebut berada dibawah naungan lembaga resmi. Kami telah mempelajari kitab-kitab mereka, dan
Views 2,224 ADAB-ADAB TA’ZIYAH BELA SUNGKAWA, SHALAT JENAZAH DAN TATA CARA PENGUBURANNYA Oleh Syaikh Abdul Hamid bin Abdirrahman as-Suhaibani Dianjurkan untuk ta’ziyah1[2] terhadap keluarga yang tertimpa musibah kematian. Lafazh ta’ziyah yang paling utama yang berasal dari Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam اِصْبِرْ وَاحْتَسِبْ فَإِنَّ ِللهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلَّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مَسَمًّى. “Bersabarlah dan berharaplah pahala dari Allah, sesungguhnya adalah hak Allah mengambil dan memberikan sesuatu, segala sesuatu di sisi-Nya ada batas waktu yang telah ditentukan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim][3] Tidak selayaknya berta’ziyah dengan ucapan turut berduka cita di koran, surat kabar, majalah dan media informasi lainnya. Hal itu tidak pantas karena termasuk pemberitahuan kematian yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam karena maksud dari ta’ziyah tersebut untuk menyebarkan, mempublikasikan dan mengumumkan kematiannya.[4]Diperbolehkan untuk melakukan safar dalam rangka untuk ta’ziyah bagi orang yang sangat dekat hubungannya dengan si mayit, ditambah apabila dia tidak pergi untuk berta’ziyah akan dianggap memutuskan mengapa mengabarkan kepada khalayak ramai bahwa seseorang telah meninggal dan akan dishalatkan di tempat tertentu. Hal ini sebagaimana Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memberitahukan kematian an-Najasy Raja Najasyi dan beliau memerintahkan para Sahabatnya supaya keluar ke tanah lapang kemudian mereka disyari’atkan mengucapkan doa istiftah pada shalat jenazah karena shalat jenazah adalah shalat yang dikerjakan atas dasar sifat yang ringkas dan cepat sehingga shalat tersebut tidak ada do’a salah seorang keluarga terdekat mayit mengetahui bahwa si mayit tidak shalat maka tidak boleh meminta kaum Muslimin untuk menyalatkannya karena ia telah memberikan orang kafir kepada kaum Muslimin untuk dishalatkan. Di samping itu shalat yang dilakukan kaum Muslimin tidak akan bermanfaat bagi mayit tersebut. Dan juga tidak boleh menguburkan mayit tersebut di pekuburan kaum seorang perempuan atas mayit di dalam rumahnya itu lebih baik daripada menyalatkannya di masjid, jika ia termasuk salah satu anggota keluarga mayyit tersebut. Namun tidak mengapa apabila ia keluar rumah dan menyalatkannya bersama kaum untuk menyegerakan mengurus mayit berdasarkan hadits أَسْرِعُوْا بِالْجَنَازَةِ فَإِنْ تَكُ صَالِحَةً فَخَيْرٌ لَهُ فَخَيْرٌ تُقَدِّمُوْنَهَا، وَإِنْ تَكُ سِوَى ذَلِكَ فَشَرٌّ تَضَعُوْنَهُ عَنْ رِقَابِكُمْ. “Bersegeralah dalam mengurus jenazah, karena jika ia baik maka engkau telah melakukan suatu kebaikan dan jika tidak, maka engkau telah membuang suatu kejelekan dari lehermu.” [HR. Al-Bukhari no. 1315 dan Muslim no. 944 50] Tidak sepatutnya menunda-nunda dalam mengurus jenazah hanya dengan alasan agar sebagian anggota keluarga dapat menghadiri pemakaman si mayit, kecuali jika hanya sebentar. Apabila keluarganya datang terlambat setelah dikubur maka boleh menyalatkannya di kuburannya. Hal ini sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ketika menyalatkan seorang wanita yang biasa membersihkan masjid Nabi di kuburannya, dimana beliau Shallallahu alaihi wa sallam tidak diberi tahu tentang kematian wanita tersebut, maka beliau berkata kepada para Sahabatnya دُلُّوْنِيْ عَلَى قَبْرِهَا، فَدَّلُوْهُ فَصَلَّى عَلَيْهَا. “Tunjukkan padaku makamnya.’ Lalu mereka menunjukkannya kemudian beliau menyalatkannya di kuburannya.” [HR. Al-Bukhari no. 458 dan Muslim Bukan termasuk Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan bukan pula termasuk sunnah Khulafaur Rasyidin melakukan do’a berjama’ah di sisi kuburan yang dipimpin oleh satu orang dan diaminkan banyak orang. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam hanya memberikan petunjuk kepada orang-orang yang mengantar jenazah untuk memintakan ampunan bagi mayyit dan memohon baginya keteguhan dan hal tersebut dilakukan sendiri-sendiri bukan secara dengan dasar kesepakatan para ulama untuk menutup jenazah perempuan dengan mantel atau kain yang tebal ketika menurunkannya ke liang lahat supaya tidak terlihat orang, karena bisa jadi apabila tidak memakai mantel atau kain penutup ketika menurunkan ke liang lahat, kain kafannya lepas sehingga auratnya dapat disyari’atkan untuk mengkhususkan berpakaian tertentu ketika berta’ziyah seperti mengkhususkan warna hitam, bahkan ini termasuk perbuatan bid’ah dan terkadang hal tersebut dapat menyebabkan manusia tidak rela terhadap apa yang telah ditakdirkan diperbolehkan berta’ziyah kepada ahlul Kitab Yahudi dan Nasrani atau orang kafir lainnya ketika ada keluarga mereka yang meninggal, tidak boleh menghadiri jenazahnya maupun mengiringinya ke untuk menerima ta’ziyah dari ahlul Kitab Nasrani dan Yahudi atau orang kafir lainnya ketika seorang muslim meninggal dunia dan mendo’akan mereka agar mendapatkan hidayah. Lihat Fataawaa at-Ta’ziyah oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah. [Disalin dari kitab Aadaab Islaamiyyah, Penulis Abdul Hamid bin Abdirrahman as-Suhaibani, Judul dalam Bahasa Indonesia Adab Harian Muslim Teladan, Penerjemah Zaki Rahmawan, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Kedua Shafar 1427H – Maret 2006M] Catatan kaki [1]. Definisi ta’ziyah adalah menyuruh bersabar, membuat keluarga mayit terhibur dan bersabar dengan sesuatu yang bisa meringankan musibah yang mereka alami dan mengurangi kesedihan mereka. [Lihat Minhaajul Muslim oleh Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi, hal. 305]-penj. [2]. Sebagaimana hadits مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّيْ أَخَاهُ بِمُصِيْبَةٍ إِلاَّ كَسَاهُ اللهُ سُبْحَانَهُ مِنْ حُلَلِ الْكَرَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. “Tidaklah seorang mukmin berbelasungkawa ta’ziyah kepada saudaranya karena suatu musibah, melainkan Allah Yang Mahasuci memberinya pakaian dari pakaian-pakaian kemuliaan di hari Kiamat.” [HR. Ibnu Majah no. 1601, hasan. Lihat Shahiih Ibni Maajah no. 1601] [3]. Lafazh yang ada dalam riwayat al-Bukhari adalah إِنَّ ِللهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلَّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ. “Sesungguhnya adalah hak Allah untuk mengambil dan memberikan sesuatu, segala sesuatu di sisi-Nya ada batas waktu yang telah ditentukan, oleh karena itu bersabarlah dan berharaplah pahala dari Allah dengan sebab musibah itu.” [HR. Al-Bukhari no. 1284 dan Muslim no. 923]-penj. [4]. Memberitahukan kematian seseorang di koran-koran setelah wafatnya mayit serta melakukan ta’ziyah di dalamnya ini termasuk na’yu pemberitahuan yang dilarang. Berbeda dengan na’yu sebelum si mayit dishalatkan ia meminta agar dishalatkan oleh orang banyak, maka hal itu tidak mengapa sebagaimana Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memberitahukan kematian Raja Najasy dan beliau Shallallahu alaihi wa sallam menyuruh para sahabatnya supaya keluar ke tanah lapang untuk shalat ghaib. Adapun setelah mayit dikubur tidak perlu lagi dikabarkan tentang kematiannya karena urusannya sudah selesai. Maka memberitahukannya di koran-koran termasuk na’yu yang dilarang. Lihat Fatwa at-Ta’ziyah oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin no. [Disalin dari kitab Aadaab Islaamiyyah, Penulis Abdul Hamid bin Abdirrahman as-Suhaibani, Judul dalam Bahasa Indonesia Adab Harian Muslim Teladan, Penerjemah Ustadz Zaki Rahmawan, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Kedua Shafar 1427H – Maret 2006M] Teknikdasar Naqsyabandiyah, seperti kebanyakan tarekat lainnya, adalah dzikir yaitu berulang-ulang menyebut nama Tuhan ataupun menyatakan kalimat la ilaha illallah. Tujuan latihan itu ialah untuk mencapai kesadaran akan Tuhan yang lebih langsung dan permanen.
Seperti apa Tata Cara Peribadatan Tarekat Naqsyabandiyah. Berbagai Ritual dan Teknik Spiritual Naqsyabandiyah.? Seperti tarekat-tarekat yang lain, Tarekat Naqsyabandiyah itu pun mempunyai sejumlah tata-cara peribadatan, teknik spiritual dan ritual dapat juga dikatakan bahwa Tarekat Naqsyabandiyah terdiri atas ibadah, teknik dan ritual, sebab demikianlah makna asal dari istilah thariqah, “jalan” atau “marga”. Hanya saja kemudian istilah itu pun mengacu kepada perkumpulan orang-orang yang mengamalkan “jalan” Juga Habib Lutfi bin Yahya Intinya NU, Ya ThariqahNaqsyabandiyah, sebagai tarekat terorganisasi, punya sejarah dalam rentangan masa hampir enam abad, dan penyebaran yang secara geografis meliputi tiga benua. Maka tidaklah mengherankan apabila warna dan tata cara peribadatan Tarekat Naqsyabandiyah menunjukkan aneka variasi mengikuti masa dan tempat terjadi karena keadaan memang berubah, dan guru-guru yang berbeda telah memberikan penekanan pada aspek yang berbeda dari asas yang sama, serta para pembaharu menghapuskan pola pikir tertentu atau amalan-amalan tertentu dan memperkenalkan sesuatu yang membaca pembahasan mengenai berbagai pikiran dasar dan ritual berikut, hendaknya selalu diingat bahwa dalam pengamalannya sehari-hari variasinya tidak ini mengutamakan pada pemahaman hakikat dan tasawuf yang mengandung unsur-unsur pemahaman rohani yang spesifik. Bermula di Bukhara pada akhir abad ke-14, Naqsyabandiyah mulai menyebar ke daerah-daerah tetangga dunia Muslim dalam waktu seratus tahun. Ciri yang menonjol dari Tarekat Naqsyabandiyah adalah diikutinya syariat secara ketat, keseriusan dalam beribadah serta lebih mengutamakan berdzikir dalam sangat berkaitan dengan aktifitas suluk. Mengupas permasalahan zikir tawajuh juga menjelaskan bagaiman zikir dalam bersuluk. Dalam Tawajuh itu boleh dilakukan tanpa ada bersuluk. Namun bila dilakukan dalam bersuluk itu akan ada tata cara tersendiri. Tawajuh harian atau mingguan hanya berzikir dengan zikir ”ismu zat”. Sedangkan bentuk zikir lain itu semuanya dipraktikkan dalam adalah ucapan yang dilakukan dengan lidah atau mengingat Tuhan dengan hati, dengan ucapan atau ingatan yang mensucikan Tuhan dan membersihkan-Nya dari sifat-sifat yang tidak layak untuk-Nya, selanjutnya memuji dengan puji-pujian dan sanjung-sanjungan dengan sifat-sifat yang sempurna, sifat-sifat yang menunjukkan kebesaran Juga Silsilah Tarekat QodiriyahDi antara yang terpenting dalam tarekat dan hampir selalu dikerjakan adalah bertawajuh lewat zikir. Amalan pokok yang paling mendasar bagi penganut Tarekat Naqsyabandiyah juga pada zikrullah mengingat Allah. Bahkan dalam pelaksanaan amalan suluk pun zikir-zikirlah yang senantiasa dilakukan. Klasifikasi zikir dalam Tarekat Naqsyabandiyah ada dua yaituPertama, Zikir Ism al-Dzat. Zikir ini artinya mengingat nama yang hakiki dengan mengucapkan nama Allah berulang-rulang dalam hati, ribuan kali dihitung dengan tasbeh, sambil memusatkan perhatian kepada Allah semata. Kedua, Zikir Tauhid. Zikir ini artinya mengingat keesaan. Zikir ini terdiri atas bacaan berlahan diiringi dengan pengaturan nafas.[2]Metode pelaksanaan zikir Ism al-Dzat yaitu, apabila hendak membaca dengan zikir Ism al-Dzat, maka hendak berwudhu’, mengerjakan shalat sunat dua raka’at, duduk dalam tempat yang suci serta menghadap kiblat, duduk kebalikan dari duduk tawarruk pada tasyahud ini disebabkan, karena para sahabat duduk di hadapan Rasulullah seperti demikian, dan duduk seperti ini lebih merendahkan diri dan panca indera lebih terhimpun, kemudian memejamkan dua mata., berniat taubat dari segala dausa dahir dan batin, dan menyesali diri pada mengerjakan maksiat, serta membaca dengan lidah istigfar, yaitu “Aku memohon ampun kepada Allah tiada tuhan melainkan dia, yang hidup kekal terus menerus dan aku bertaubat kepada-Nya.” Dibaca istighfar sebanyak 5 kali, 15 kali atau 25 kali. Setelah itu membaca surat al-Fatihah 1 kali, surat al-Ikhlas 3 kali, dengan niat pahalanya dihadiahkan kepada roh Rasulullah SAW dan para mursyid Rabitah kubur, yakni membayangkan bahwa diri kita telah mati, dimandikan, dikafani, dishalatkan, diusung ke kubur dan dikebumikan. Semua keluarga dan sahabat, kenalan meninggalkan kita sendirian dalam kubur. Pada waktu itu, ingatlah bahwa segala sesuatu tiada berguna lagi, kecuali amal shaleh. Di lanjutkan dengan Rabitah mursyid yakni mengingat mursyid dan semua para syekh tarekat sejak dari Rasulullah hingga seterusnya kemudian memohon kepada Allah membuka jalan ma’rifah-Nya ke dalam hati. Mengumpulkan segala perasaan sambil melihat tulisan ”Allah” dalam hati sanubari dan mengucapkan 3 kali dengan lidah dan oleh salik orang beribadah, meletakkan pergelangan tangan kanan di atas pergelangan tangan kiri dengan memutar tasbih cepat-cepat dan berzikir di dalam hati ”Allah”, setiap butir tasbih berarti satu kali ingat kepada Allah dalam jumlah yang diinginkan dan apabila telah selesai dari zikir, dibaca dengan hati dan lidah “Wahai Tuhan ku Engkau tujuanku, aku meminta keridhaanMu kurniakanlah cinta Mu dan ma’rifah Mu kepadaku.”Setelah semua itu selesai, menunggu limpahan zikir. Kemudian saat selesai semuanya ditutup dengan doa tiga kali. “Wahai Tuhan ku sesungguhnya aku bermohon kepada Mu taubat, kembali kepada jalan yang benar dan tetap lestari atas syariat yang mulia dan tarekat yang murni, demi kasih sayang Mu, wahai Tuhan ku yang maha pengasih penyanyang dari segala pengasih penyanyang”.[]Ikuti berita NU Cilacap Online NUCOM di Google News, jangan lupa untuk follow Penulis & Editor NU Cilacap Online NUCOM Situs Islam Aswaja Nahdlatul Ulama NU, menghadirkan aktivitas berita informasi kegiatan Nahdlatul Ulama Cilacap -termasuk Lembaga dan Badan Otonom NU- secara Online. Terima kasih atas kunjungan Anda semuanya. Silahkan datang kembali.
AbuyaSyekh H. Amran Waly al-Khalidi adalah pendiri dan pengasuh Majelis Pengkajian Tauhid-Tasawuf Indonesia (MPTT-I) sekaligus penggagas rateb seribee.Selain itu, Abuya juga merupakan mursyid tarekat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah serta pengasuh Pondok Pesantren/Dayah Darul Ihsan yang beralamat di Desa Pawoh, Kec.
Dzikir dan Wirid Tarekat Naqsyabandiyah. Teknik dasar dzikir dan wirid Tarekat Naqsyabandiyah; seperti kebanyakan tarekat lainnya, teknik dasar peribadatan tarekat naqsyabandiyah adalah dzikir, yaitu berulang-ulang menyebut nama Tuhan ataupun menyatakan kalimat la ilaha latihan itu ialah untuk mencapai kesadaran akan Tuhan yang lebih langsung dan permanen. Ada Tata Cara Peribadatan Tarekat Naqsyabandiyah, ada juga Dzikir dan Wirid Tarekat sekali, Tarekat Naqsyabandiyah membedakan dirinya dengan aliran lain dalam hal dzikir yang lazimnya adalah dzikir diam khafi, “tersembunyi”, atau qalbi, ” dalam hati”, sebagai lawan dari dzikir keras dhahri yang lebih disukai tarekat-tarekat lain. Kedua, jumlah hitungan dzikir yang mesti diamalkan lebih banyak pada Tarekat Naqsyabandiyah daripada kebanyakan tarekat dapat dilakukan baik secara berjamaah maupun sendiri-sendiri. Banyak penganut Naqsyabandiyah lebih sering melakukan dzikir secara sendiri-sendiri, tetapi mereka yang tinggal dekat seseorang syekh cenderung ikut serta secara teratur dalam pertemuan-pertemuan di mana dilakukan dzikir banyak tempat pertemuan semacam itu dilakukan dua kali seminggu, pada malam Jum’at dan malam Selasa; di tempat lain dilaksanakan tengah hari sekali seminggu atau dalam selang waktu yang lebih lama dzikir dasar Naqsyabandiyah, keduanya biasanya diamalkan pada pertemuan yang sama, adalah dzikir ism al-dzat, “mengingat yang Haqiqi” dan dzikir tauhid, ” mengingat keesaan”. Yang duluan terdiri dari pengucapan asma Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali dihitung dengan tasbih, sambil memusatkan perhatian kepada Tuhan Tauhid juga dzikir tahlil atau dzikir nafty wa itsbat terdiri atas bacaan perlahan disertai dengan pengaturan nafas, kalimat la ilaha illa llah, yang dibayangkan seperti menggambar jalan garis melalui tubuh. Bunyi la permulaan digambar dari daerah pusar terus ke hati sampai ke Ilaha turun ke kanan dan berhenti pada ujung bahu kanan. Di situ, kata berikutnya, illa dimulai dengan turun melewati bidang dada, sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata Allah di hujamkan dengan sekuat tenaga. Orang membayangkan jantung itu mendenyutkan nama Allah dan membara, memusnahkan segala lain yang diamalkan oleh para pengikut tarekat Naqsyabandiyah yang lebih tinggi tingkatannya adalah dzikir latha’if. Dengan dzikir ini, orang memusatkan kesadarannya dan membayangkan nama Allah itu bergetar dan memancarkan panas berturut-turut pada tujuh titik halus pada ini, lathifah jamak latha’if, adalah qalb hati, terletak selebar dua jari di bawah puting susu kiri; ruh jiwa, selebar dua jari di atas susu kanan; sirr nurani terdalam, selebar dua jari di atas putting susu kanan; khafi kedalaman tersembunyi, dua jari di atas puting susu kanan; akhfa kedalaman paling tersembunyi, di tengah dada; dan nafs nathiqah akal budi, di otak belahan pertama. Lathifah ketujuh, kull jasad sebetulnya tidak merupakan titik tetapi luasnya meliputi seluruh seseorang telah mencapai tingkat dzikir yang sesuai dengan lathifah terakhir ini, seluruh tubuh akan bergetar dalam nama Tuhan. Konsep latha’if — dibedakan dari teknik dzikir yang didasarkan padanya — bukanlah khas Naqsyabandiyah saja tetapi terdapat pada berbagai sistem psikologi mistik. Jumlah latha’if dan nama-namanya bisa berbeda; kebanyakan titik-titik itu disusun berdasarkan kehalusannya dan kaitannya dengan pengembangan latha’if pun persis serupa dengan cakra dalam teori yoga. Memang, titik-titik itu letaknya berbeda pada tubuh, tetapi peranan dalam psikologi dan teknik meditasi seluruhnya sama Artikel TerkaitTarekat Naqsyabandiyah Dan Perkembangannya Di DuniaTata Cara Peribadatan Tarekat NaqsyabandiyahTarekat Naqsyabandiyah Dan Perkembangannya Di DuniaAsal-usul ketiga macam dzikir ini sukar untuk ditentukan; dua yang pertama seluruhnya sesuai dengan asas-asas yang diletakkan oleh Abd Al-Khaliq Al-Ghujdawani, dan muntik sudah diamalkan sejak pada zamannya, atau bahkan lebih awal. Pengenalan dzikir latha’if umumnya dalam kepustakaan Naqsyabandiyah dihubungkan dengan nama Ahmad Sirhindi. Kelihatannya sudah digunakan dalam Tarekat Kubrawiyah sebelumnya; jika ini benar, maka penganut Naqsyabandiyah di Asia Tengah sebetulnya sudah mengenal teknik tersebut sebelum dilegitimasikan oleh Ahmad tidaklah berhenti pada dzikir; pembacaan aurad Indonesia wirid, meskipun tidak wajib, sangatlah dianjurkan. Aurad merupakan doa-doa pendek atau formula-formula untuk memuja Tuhan dan atau memuji Nabi Muhammad, dan membacanya dalam hitungan sekian kali pada jam-jam yang sudah ditentukan dipercayai akan memperoleh keajaiban, atau paling tidak secara psikologis akan mendatangkan manfaat. Seorang murid dapat saja diberikan wirid khusus untuk dirinya sendiri oleh syekhnya, untuk diamalkan secara rahasia diam-diam dan tidak boleh diberitahukan kepada orang lain; atau seseorang dapat memakai kumpulan aurad yang sudah tidak mempunyai kumpulan aurad yang unik. Kumpulan-kumpulan yang dibuat kalangan lain bebas saja dipakai; dan kaum Naqsyabandiyah di tempat yang lain dan pada masa yang berbeda memakai aurad yang berbeda-beda. Penganut Naqsyabandiyah di Turki, umpamanya, sering memakai Al-Aurad Al-Fathiyyah, dihimpun oleh Ali Hamadani, seorang sufi yang tidak memiliki persamaan sama sekali dengan kaum berita NU Cilacap Online NUCOM di Google News, jangan lupa untuk follow Penulis & Editor NU Cilacap Online NUCOM Situs Islam Aswaja Nahdlatul Ulama NU, menghadirkan aktivitas berita informasi kegiatan Nahdlatul Ulama Cilacap -termasuk Lembaga dan Badan Otonom NU- secara Online. Terima kasih atas kunjungan Anda semuanya. Silahkan datang kembali.
Adadua riwayat sehubungan dengan tanggal kelahiran al-Ghauts al_A'zham Syekh Abdul Qodir al-Jilani. Riwayat pertama yaitu bahwa ia lahir pada 1 Ramadhan 470 H. Riwayat kedua menyatakan Ia lahir pada 2 Ramadhan 470 H. Tampaknya riwayat kedua lebih dipercaya oleh ulama.Silsilah Syekh Abdul Qodir bersumber dari Khalifah Sayyid Ali al-Murtadha r.a ,melalui ayahnya sepanjang 14 generasi dan melaui
Apakah Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah? Hello Readers, tahukah kamu tentang dzikir tarekat naqsyabandiyah? Dzikir tarekat naqsyabandiyah adalah salah satu praktik spiritual dari tarekat Naqsyabandiyah yang berasal dari Uzbekistan. Dzikir ini bertujuan untuk mengingat Allah dan memperkuat batin seseorang. Sejarah Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah Tarekat Naqsyabandiyah didirikan oleh Baha-ud-Din Naqsyaband pada abad ke-14 di Uzbekistan. Baha-ud-Din Naqsyaband merupakan salah satu ulama besar pada masanya yang memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat di Asia Tengah. Dzikir tarekat Naqsyabandiyah kemudian menjadi salah satu praktik spiritual yang diajarkan oleh Baha-ud-Din Naqsyaband. Cara Melakukan Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah Dzikir tarekat naqsyabandiyah dilakukan dengan cara mengucapkan kalimat tasbih, tahmid, dan takbir yang kemudian diikuti dengan nafas dalam-dalam. Selain itu, dzikir tarekat naqsyabandiyah juga dilakukan dengan gerakan tubuh yang disebut sebagai zikr-i jahr. Gerakan ini dilakukan dengan cara menggerakkan kepala, bahu, dan tangan sesuai dengan irama dzikir yang diucapkan. Manfaat Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah Dzikir tarekat naqsyabandiyah memiliki manfaat yang besar bagi kesehatan jiwa dan raga seseorang. Dzikir ini dapat membantu seseorang mengatasi stres, kecemasan, dan depresi. Selain itu, dzikir tarekat naqsyabandiyah juga dapat meningkatkan konsentrasi, keberanian, dan kekuatan spiritual seseorang. Keunikan Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah Dzikir tarekat naqsyabandiyah memiliki beberapa keunikan yang membedakannya dari dzikir lainnya. Salah satunya adalah gerakan zikr-i jahr yang dilakukan bersama-sama dengan dzikir yang diucapkan. Selain itu, dzikir tarekat naqsyabandiyah juga dilakukan dengan nafas dalam-dalam yang bertujuan untuk membuat seseorang lebih tenang dan fokus. Siapa yang Bisa Melakukan Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah? Dzikir tarekat naqsyabandiyah bisa dilakukan oleh siapa saja, tidak terbatas pada golongan tertentu atau agama tertentu. Namun, untuk dapat melakukan dzikir tarekat naqsyabandiyah dengan benar, seseorang harus dilatih oleh seorang guru atau syekh yang sudah berpengalaman dalam tarekat Naqsyabandiyah. Bagaimana Memilih Guru atau Syekh untuk Belajar Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah? Memilih guru atau syekh yang tepat untuk belajar dzikir tarekat naqsyabandiyah sangatlah penting. Seorang guru atau syekh yang baik harus memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas tentang tarekat Naqsyabandiyah. Selain itu, seorang guru atau syekh yang baik juga harus memiliki kepribadian yang baik dan mampu membimbing seseorang dengan sabar dan penuh kasih sayang. Keamanan Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah Dzikir tarekat naqsyabandiyah adalah praktik spiritual yang aman dan tidak berbahaya. Namun, seperti halnya praktik spiritual lainnya, seseorang harus selalu berhati-hati dan memilih guru atau syekh yang tepat untuk belajar dzikir tarekat naqsyabandiyah. Apa yang Harus Diperhatikan Saat Melakukan Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah? Saat melakukan dzikir tarekat naqsyabandiyah, seseorang harus memperhatikan beberapa hal. Pertama, seseorang harus memperhatikan gerakan tubuh yang dilakukan saat dzikir tarekat naqsyabandiyah. Selain itu, seseorang juga harus memperhatikan nafas dan irama dzikir yang diucapkan. Kelebihan Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah Dzikir tarekat naqsyabandiyah memiliki kelebihan yang besar dibandingkan dengan praktik spiritual lainnya. Salah satu kelebihannya adalah dzikir tarekat naqsyabandiyah dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Selain itu, dzikir tarekat naqsyabandiyah juga tidak memerlukan peralatan atau tempat khusus untuk dilakukan. Bagaimana Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah Membantu Mengatasi Stres? Dzikir tarekat naqsyabandiyah dapat membantu seseorang mengatasi stres dengan cara membuat seseorang lebih tenang dan fokus. Saat seseorang melakukan dzikir tarekat naqsyabandiyah, nafasnya menjadi lebih dalam dan lambat. Hal ini dapat membantu seseorang untuk merilekskan tubuh dan pikiran, sehingga stres yang dirasakan dapat berkurang. Bagaimana Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah Meningkatkan Konsentrasi? Dzikir tarekat naqsyabandiyah dapat meningkatkan konsentrasi seseorang dengan cara membuat seseorang lebih fokus pada dzikir yang diucapkan. Saat seseorang melakukan dzikir tarekat naqsyabandiyah, seseorang harus memperhatikan irama dzikir yang diucapkan dan gerakan tubuh yang dilakukan. Hal ini dapat membantu seseorang untuk meningkatkan konsentrasi dan fokus. Bagaimana Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah Meningkatkan Keberanian? Dzikir tarekat naqsyabandiyah dapat meningkatkan keberanian seseorang dengan cara membantu seseorang mengatasi rasa takut dan kecemasan. Saat seseorang melakukan dzikir tarekat naqsyabandiyah, seseorang harus merelakan diri dan fokus pada Allah. Hal ini dapat membantu seseorang untuk merasa lebih tenang dan percaya diri dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Bagaimana Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah Meningkatkan Kekuatan Spiritual? Dzikir tarekat naqsyabandiyah dapat meningkatkan kekuatan spiritual seseorang dengan cara membantu seseorang mengingat Allah dan memperkuat batin seseorang. Saat seseorang melakukan dzikir tarekat naqsyabandiyah, seseorang harus merelakan diri dan fokus pada Allah. Hal ini dapat membantu seseorang untuk merasa lebih dekat dengan Allah dan meningkatkan kekuatan spiritual seseorang. Apa yang Harus Dilakukan Setelah Melakukan Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah? Setelah melakukan dzikir tarekat naqsyabandiyah, seseorang harus melanjutkan kegiatan sehari-harinya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Selain itu, seseorang juga harus memperhatikan perilaku dan tindakannya agar selalu sesuai dengan ajaran Islam. Bagaimana Menjaga Konsistensi dalam Melakukan Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah? Untuk menjaga konsistensi dalam melakukan dzikir tarekat naqsyabandiyah, seseorang harus memiliki tekad yang kuat dan motivasi yang tinggi. Selain itu, seseorang juga harus memilih waktu dan tempat yang tepat untuk melakukan dzikir tarekat naqsyabandiyah secara rutin. Bagaimana Memperdalam Pengetahuan tentang Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah? Untuk memperdalam pengetahuan tentang dzikir tarekat naqsyabandiyah, seseorang bisa membaca buku-buku atau artikel-artikel tentang tarekat Naqsyabandiyah. Selain itu, seseorang juga bisa bergabung dengan kelompok dzikir tarekat naqsyabandiyah di lingkungan sekitar atau mencari guru atau syekh yang bisa membimbing seseorang dengan lebih mendalam. Kesimpulan Dzikir tarekat naqsyabandiyah adalah salah satu praktik spiritual yang berasal dari tarekat Naqsyabandiyah. Dzikir ini bertujuan untuk mengingat Allah dan memperkuat batin seseorang. Dzikir tarekat naqsyabandiyah memiliki manfaat yang besar bagi kesehatan jiwa dan raga seseorang. Namun, untuk dapat melakukan dzikir tarekat naqsyabandiyah dengan benar, seseorang harus dilatih oleh seorang guru atau syekh yang sudah berpengalaman dalam tarekat Naqsyabandiyah. Sampai Jumpa Kembali di Artikel Menarik Lainnya

SanadTarekat Naqsyabandiyah dari Jalur Syekh Tajuddin — 35; Wushul Menuju Allah Menurut Tokoh Naqsyabandiyah — 59; Sebelas Ungkapan Suci sebagai Fondasi Tarekat Naqsyabandiyah — 117; Tata cara Bertarekat secara Lahir dan Batin — 159; Fana dan Baqa — 231; Perangai Hati dan Terhindar Penyakit Ruhani — 267

Pendirian Tarekat Naqsyabandiyah dinisbatkan kepada wali quthub bernama Muhammad Bahauddin bin Muhammad bin Muhammad al-Syarif al-Husaini al-Hasani al-Uwaissi al-Bukhari. Ia lebih dikenal dengan sebutan Syaikh an-Naqsyabandi, Tanwir al-Qulub, halaman 501. Tarekat ini disebut dengan Naqsyabandiyah, karena dinisbatkan pada Naqsya Bandi نَقْشَ بَنْدِ yang artinya sambungan pahatan. an-Naqsy النَّقْشُ adalah sebentuk cap stempel yang dicapkan pada malam sejenis lilin dan sebagainya. Rabitahnya sambungannya adalah tetapnya Naqsyabandi yang tidak lebur, maksudnya Sayyid Muhammad Bahauddin an-Naqsyabandi itu selalu berzikir dengan hatinya sampai terukir dan tampak lafadz Allah Swt di luar hatinya, karena itulah tarekat ini disebut dengan Naqsyabandiyah. Dikisahkan dari beberapa khalifah mursyid an-Naqsyabandiyah yang berkata “Sungguh Rasulullah SAW. telah meletakkan telapak tangan mulia beliau di atas hati al-Syaikh Bahauddin an-Naqsyabandi ketika sedang muraqabah, sehingga terbentuklah ukiran di atas hatinya”, Tanwîr al-Qulûb, halaman 539. Biografi Syaikh Baha’uddin Al-Naqsyabandi Syaikh an-Naqsyabandi berguru ilmu tarekat kepada Syaikh Muhammad Baba as-Sammasi kemudian kepada Sayyid Amir Kulal, Jâmi’ al-Karâmât al-Auliyâ’, juz 1, halaman 196. Sedangkan Sayyid Amir Kula juga berguru kepada Syaikh Muhammad Baba as-Sammasi, Syaikh Muhammad Baba as-Sammasi berguru kepada Ali al-ramitani yang lebih dikenal dengan nama Syaikh al-Azizan. Syaikh al-Azizan berguru kepada Syaikh Mahmud al-Anjir Faghnawi, Syaikh Mahmud al-Anjir Faghnawi berguru kepada Syaikh Arif al-Riwikri yang berguru kepada Syaikh Abdul Khaliq al-Ghujdawani yang berguru kepada Syaikh Abi Ya’qub Yusuf al-Hamadani yang berguru kepada Syaikh Abi Ali al-Fadhal bin Muhammad ath-Thusi al-Faramadi yang berguru kepada Syaikh Abil Hasan Ali bin Abi Ja’far al-Kharqani. Syaikh Abil Hasan Ali berguru kepada Abi Yazid Thaifur bin Isa al-Busthami yang berguru kepada Syaikh Imam Ja’far al-Shâdiq yang berguru kepada kakeknya Sayyid al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar ash-Shiddiq yang dari Salman al-Farisi yang memperoleh dari Abi Bakar ash-Shiddiq yang memperoleh dari Rasulullah Saw Tanwir al-Qulub, halaman 502. Syaikh an-Naqsyabandi lahir di desa Qasrul Arifan di dekat Bukhara Uzbekistan pada bulan Muharam tahun 717 H. Misykat al-Muhtadin fi Manaqib al-Syaikh Baha’uddin, halaman 11. Sebelum beliau dilahirkan, gurunya, Syaikh Muhammad Baba as-Sammasi, telah mengisyaratkan akan kelahirannya. Setiap kali Syaikh as-Sammasi melewati desa Qasrul Arifan, selalu berkata kepada para muridnya, “Dari desa ini aku mencium bau seorang wali”. Setelah bayi yang dimaksud dilahirkan dan berusia tiga hari, Syaikh as-Sammasi melewati desa itu seperti biasa. Lalu kembali berkata pada para muridnya, “Bau seorang wali yang telah aku ceritakan, sekarang ini semakin semerbak”. Tak lama setelah itu, si bayi oleh kakeknya dibawa ke rumah Syaikh as-Sammasi. Ketika melihat bayi tersebut, Syaikh as-Sammasi spontan berteriak gembira seraya menoleh kepada muridnya, “Ini anakku. Inilah wali yang selama ini aku cium baunya. Insya Allah tidak lama lagi ia akan menjadi panutan banyak orang”. Kemudian Syaikh as-Sammasi menemui Sayyid Amir Kulal untuk menyerahkan pendidikan anaknya itu. Ketika itu Syaikh as-Sammasi berkata, “Ini anakku”. Didiklah dengan sebaik-baiknya, jangan sampai engkau teledor dalam mendidiknya. Jika Engkau teledor, aku tak akan rela untuk selama-lamanya”. Lalu Sayyid Amir Kulal berdiri dan berkata, “Aku akan melaksanakan perintahmu. Insya Allah aku tidak akan teledor dalam mendidiknya”, Jâmi’ al-Karâmât al-Auliyâ’, juz 1, halaman 207. Syaikh an-Naqsyabandi mengisahkan, “Kakekku mengirimku ke desa Sammas dengan tujuan supaya aku mengabdi kepada Syaikh as-Sammasi. Ketika aku berhasil menemuinya, sebelum waktu Maghrib tiba aku telah mendapatkan keberkahannya sehingga aku merasakan ketenangan pada diriku, kekhusyu’an, tadharru’ serta kembali kepada Allah Swt.”, Misykat al-Muhtadin fi Manaqib al-Syaikh Baha’uddin, halaman 12-13. Lebih lanjut Syaikh an-Naqsyabandi berkata, “Ketika Syaikh as-Sammasi meninggal dunia, kakekku membawaku ke Samarqandi. Setiap kali mendengar ada orang shaleh, ia membawaku kepadanya. Kepada orang shaleh yang dikunjungi, ia memintakan doa untukku, ternyata permintaan doa betul-betul terkabul, aku mendapatkan keberkahan dari orang-orang shaleh tersebut”. Syaikh an-Naqsyabandi juga berkata, “Di antara pertolongan Allah SWT. yang diberikan kepadaku adalah kopiah kakek guruku Syaikh al-Azizan telah sampai kepadaku sehingga keadaanku semakin baik dan harapanku semakin kuat, yang demikian itu membuatku dapat mengabdi kepada Sayyid Amir Kulal dan memberi tahuku bahwa Syaikh as-Sammasi mewasiatkan diriku kepadanya”, Jâmi’ al-Karâmât al-Auliyâ’, juz 1, halaman 196. Semakin hari Sayyid Amir Kulal semakin memperhatikan dan bersungguh-sungguh dalam membimbingnya. Setelah bekal bimbingan yang diberikan dirasa sudah cukup, Sayyid Amir Kulal berkata, “Wahai anakku, aku telah melaksanakan wasiat Syaikh Muhammad Baba as-Sammasi untuk membimbingmu”. Seraya menunjuk ke arah susunya, Sayyid Amir Kulal berkata, “Engkau telah menyusu pendidikan padaku. Tingkat penyerapanmu terhadap apa yang aku ajarkan sangat tinggi dan keyakinanmu sangat kuat. Oleh karena itu, aku mengizinkan engkau mencari ilmu ke beberapa guru, engkau dapat mengambil ilmu dari mereka sesuai dengan kemauanmu yang besar”, Jâmi’ al-Karâmât al-Auliyâ’, juz 1, halaman 198. Sejak saat itu, aku terus-menerus mendatangi ulama’ untuk memetik ilmu syariat dan mencari ilmu Hadis serta akhlak Rasulullah Saw dan para sahabat sebagaimana telah diperintahkan padaku. papar Syaikh an-Naqsyabandi. Di antara akhlak Syaikh an-Naqsyabandi adalah apabila menjenguk salah seorang temannya, pasti akan menanyakan kabar keluarga dan anak-anaknya serta menghiburya dengan hiburan yang sepantasnya. Bukan hanya itu saja, Syaikh an-Naqsyabandi juga menanyakan apa yang berhubungan dengannya sampai bertanya tentang ayam-ayam peliharaannya. Ditampakkannya rasa belas kasihan kepada semuanya seraya berkata, “Abu Yazid al-Busthami sekembalinya dari larut berzikir, melakukan hal seperti ini”. Meski sangat sempurna dalam kezuhudannya, Syaikh an-Naqsyabandi senantiasa memberi dan mendahulukan orang lain. Bila ada orang memberinya, diterimanya. Lalu membalasnya dengan pemberian yang berlipat ganda. Demikian itu karena Syaikh an-Naqsyabandi mengikuti jejak Rasulullah Saw yang sangat terkenal kedermawanannya. Keberkahan akhlaknya yang mulia ini menular kepada murid muridnya, Misykat al-Muhtadin fi Manaqib al-Syaikh Baha’uddin, halaman 20-21. Di antara karamahnya adalah sebagaimana yang telah disampaikan oleh Syaikh Alauddin al-Aththar. Suatu ketika Syaikh Ala’uddin al-Aththar bersama dengan Syaikh an-Naqsyabandi, ketika itu udara diliputi oleh mendung, lalu Syaikh an-Naqsyabandi bertanya, “Apa waktu dzuhur sudah masuk?” Syaikh Ala’uddin al-Aththar menjawab, “Belum”, lalu Syaikh an-Naqsyabandi berkata, “Keluarlah dan lihatlah langit”. Lalu Syaikh Ala’uddin al-Aththar keluar dan melihat ke atas langit, tiba-tiba tersingkaplah hijab alam langit sehingga Syaikh Alauddin al-Aththar dapat melihat seluruh malaikat di langit tengah melaksanakan shalat Dhuhur, lalu Syaikh Ala’uddin al-Aththar masuk dan langsung ditanya oleh Syaikh an-Naqsyabandi, “Bagaimana pendapatmu, bukankah waktu dhuhur tiba?” Syaikh Ala’uddin al-Aththar malu dibuatnya dan membaca istighfar dan sampai beberapa hari merasa masih terbebani dengan kejadian tersebut, Jâmi’ al-Karâmât al-Auliyâ’, juz 1, halaman 201. Syaikh Alauddin al-Aththar berkata “Ketika Syaikh an-Naqsyabandi akan meninggal, aku dan yang hadir pada saat itu membaca Surat Yasin, ketika bacaan Surat Yasin sampai di tengah-tengah, tiba-tiba tampak seberkas cahaya terang yang menyinari seisi ruangan, maka aku membaca kalimat Lâ Ilâha IllAllah, lalu Syaikh an-Naqsyabandi wafat”. Syaikh an-Naqsyabandi wafat pada malam Senin tanggal 3 Rabi’ul Awal tahun 791 H. Kemudian dimakamkan di kebun miliknya yang memang sudah ditentukan oleh Syaikh an-Naqsyabandi sendiri. Para pengikutnya membangun kubah di atas makamnya dan di kebunnya dibangun masjid yang luas, Jâmi’ al-Karâmât al-Auliyâ’, juz 1, halaman 205. SI Sumber

Olehkarena itu ada baiknya pada bagian ini dijelaskan terlebih dahulu tata cara Talqin Dzikir atau yang lazim disebut Bai'at, yang biasa dilakukan oleh seorang Guru Mursyid kepada murid thariqah. Yaitu -sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Ahmad kitabnya jami'ul Ushul- sebagai berikut ;
1y7xW8e. 241 185 195 425 202 137 167 148 29

tata cara zikir tarekat naqsyabandiyah